Find Us On Facebook

BREAKING

07 November 2015

Hate Speech di Masyarakat

Definisi Hate Speech

Hate Speech (Ucapan Penghinaan/atau kebencian) adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam hal berbagai aspek seperti ras, warna kulit, etnis, gender, cacat, orientasi seksual,kewarganegaraan, agama, dan lain-lain.

Dalam arti hukum, Hate speech adalah perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku Pernyataan tersebut ataupun korban dari tindakan tersebut. Website yang menggunakan atau menerapkan Hate Speech ini disebut Hate Site. Kebanyakan dari situs ini menggunakan Forum Internet dan Berita untuk mempertegas suatu sudut pandang tertentu.
Para kritikus berpendapat bahwa istilah Hate speech merupakan contoh modern dari novel Newspeak, ketika Hate speech dipakai untuk memberikan kritik secara diam-diam kepada kebijakan sosial yang diimplementasikan dengan buruk dan terburu-buru seakan-akan kebijakan tersebut terlihat benar secara politik.

Sampai saat ini, belum ada pengertian atau definisi secara hukum mengenai apa yang disebut Hate speech dan pencemaran nama baik dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Inggris, pencemaran nama baik diartikan sebagai sebagai defamation, libel, dan slander yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah fitnah (defamation), fitnah lisan (slander), fitnah tertulis (libel). Dalam bahasa Indonesia, belum ada istilah yang sah untuk membedakan ketiga kata tersebut.


Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah mensosialisasikan Surat Edaran (SE) Nomor SE/6/X/2015 kepada seluruh anggota Polri tentang Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech) yang ditandatangani Kapolri Badrotin Haiti pada 08 Oktober 2015. Tujuannya agar anggota Polri memahami dan mengetahui bentuk-bentuk ujaran kebencian diberbagai media dan kegiatan publik yang berpotensi menimbulkan konflik horizontal.

SE ini merujuk, antara lain, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No 2/2002 tentang Polri, UU No 12/2008 tentang Ratifikasi Konvensi Internasional Hak-hak Sipil dan Politik, UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU No 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta UU No 7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.


Berikut poin-poin krusial dalam SE Kapolri 

Bentuk Ujaran Kebencian :

Pada Nomor 2 huruf (f) SE itu, disebutkan bahwa "ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP, yang berbentuk antara lain:
1. Penghinaan,
2. Pencemaran nama baik,
3. Penistaan,
4. Perbuatan tidak menyenangkan,
5. Memprovokasi,
6. Menghasut,
7. Menyebarkan berita bohong dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial".


Aspek Ujaran Kebencian :
 

Selanjutnya, pada huruf (g) disebutkan bahwa ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat dalam berbagai komunitas yang dibedakan dari aspek:
1. Suku,
2. Agama,
3. Aliran keagamaan,
4. Keyakinan atau kepercayaan,
5. Ras,
6. Antargolongan,
7. Warna kulit,
8. Etnis,
9. Gender,
10. Kaum difabel,
11. Orientasi seksual.

Media Ujaran Kebencian :

Kemudian, pada huruf (h) disebutkan bahwa ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas dapat dilakukan melalui berbagai media, antara lain:

1. Dalam orasi kegiatan kampanye,
2. Spanduk atau banner,
3. Jejaring media sosial,
4. Penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi),
5. Ceramah keagamaan,
6. Media massa cetak atau elektronik,
7. Pamflet.

Dari poin-poin diatas, potensi terbesar sumber Ujaran Kebencian (hate speech) adalah melalui media sosial seperti Twitter dan Facebook; serta blog-blog independen.

Media sosial seperti Twitter dan Facebook adalah inovasi terbesar awal abad 21 ini. Tidak hanya sebagai media conecting  dan Sharing, media sosial mampu melakukan perubahan besar seperti revolusi "Arab Spring" di Timur Tengah; juga menjadi media kampanye politik yang efektif, seperti pada pemilihan presiden (Pilpres) AS yang menjadikan Barack Obama Presiden Kulit Hitam pertama di negeri Paman Sam; atau yang menghantarkan "tukang kayu" dari Solo menjadi RI-1 pada Pilpres Indonesia 2014.

Seperti hukum alam, selalu ada sisi positif dan negatif, media sosial pun demikian. Sisi negatif media sosial adalah maraknya hate speech di lini-masa setiap harinya yang berpotensi menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat.

Publik pasti akan mendukung upaya Polri untuk menangkal konflik akibat ungkapan yang menimbulkan kebencian di ruang publik, apalagi jika dilihat dari kacamata kebangsaan, Indonesia sebagai negara yang heterogen.

Namun, SE Kapolri ini jangan sampai disalahgunakan oleh oknum-oknum untuk melakukan kriminalisasi terhadap  individu dan kelompok masyarakat karena alasan-alasan tertentu; atau digunakan oleh pemerintah untuk membungkam lawan-lawan politik dan  masyarakat warga (civil society). Jika terjadi penyalahgunaan fungsi dari SE tersebut, maka Indonesia akan kembali ke jaman kegelapan seperti di era Orde Baru, yakni "dikebirinya" kebebasan berpendapat.


Kesimpulan :

Di dalam negara demokrasi, kebebasan berpendapat haruslah mengedepankan keutuhan bangsa dan negara. Dalam bersosialisasi off line/online harus dikedepankan etika dan norma dalam pergaulan kita sehari-hari. Gunakan media sosial untuk kegiatan yang bermanfaat.
Type rest of the post here

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 Blog Komputer Internet dan Motivasi
Design by FBTemplates | BTT