Ada-ada saja ulah anggota DPR kita. Kemarin memprotes grup band Slank, lantaran syair "Gosip Jalanan" yang di lantunkan Slank menyinggung sebagian anggota DPR. Lucu banget...padahal lagu Gosip Jalanan sudah beredar pada tahun 2007. Kemana aja bung..... koq baru sekarang denger lagunya (buat anggota DPR). Seperti kebakaran jenggot, anggota DPR mengancam Slank. Eh...nggak lama kemudian gosipnya benar-benar terjadi.Seorang anggota DPR di grebek KPK terkait alih fungsi hutan lindung di kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Hal hasil.. kini Al Amin di tahan KPK.
Upaya KPK pun berlanjut untuk menggeledah ruang kerja anggota DPR. Gayung pun bersambut, Ketua DPR tidak mengizinkan KPK menggeledah gedung DPR dengan berbagai alasan yang konyol. Alasan penolakan DPR terkesan konyol karena tidak merujuk kepada ketentuan undang-undang. Ada dua alasan penolakan yang disampaikan Ketua DPR Agung Laksono. Pertama, saat ini DPR dalam masa reses. Kedua, yang menjadi pertanyaan pimpinan DPR, apakah kewenangan KPK sampai sejauh itu.
Alasan DPR sedang reses terkesan lucu sebab yang reses itu adalah anggota DPR. Ruang kerja Al Amin Nur Nasution yang akan digeledah itu tidak ikut-ikutan reses. KPK hanya mau menggeledah ruang kerja anggota DPR yang sudah berstatus tersangka dan yang berangkutan pun kini mendekam dalam tahanan.
Lagi pula, penegakan hukum mestinya tidak mengenal reses. Hukum harus tegak 24 jam nonstop.
Alasan kedua sama lucunya dengan alasan pertama. Yaitu, Ketua DPR mempersoalkan kewenangan KPK. Bukankah kewenangan KPK itu diberikan DPR bersama pemerintah selaku pembuat undang-undang? Kewenangan yang sama itulah yang pernah dipakai KPK untuk menggeledah ruang kerja Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan. Bukankah ketika Bagir Manan menolak digeledah hujatan justru datang dari Senayan? Sangatlah jelas, DPR tidak mau tunduk pada aturan yang dibuatnya sendiri.
Dengan demikian, alasan penolakan Ketua DPR lebih mencerminkan watak arogansi kekuasaan daripada merujuk kepada perintah undang-undang. Kewenangan menggeledah itu melekat dalam diri KPK setelah mengantongi izin dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Kewenangan itu pun dilengkapi dengan senjata pamungkas pemaksa, yaitu memidanakan setiap orang yang menghalangi KPK melaksanakan tugasnya. Ancaman pidananya tidak main-main, bisa dipenjara paling lama 12 tahun.
Sikap pimpinan DPR itu bisa saja ditafsirkan sebagai upaya untuk melindungi koruptor. Lebih celaka lagi jika masyarakat menafsirkan para koruptor selama ini berkantor di gedung megah di Senayan sehingga perlu dilindungi pemimpin mereka. Penafsiran itu tidak sepenuhnya salah karena berdasarkan hasil survei persepsi masyarakat, lembaga legislatif selalu meraih predikat terkorup. Persepsi itu kini seakan menemukan kebenarannya di balik penolakan untuk digeledah.
Harus jujur dikatakan, masih banyak anggota DPR yang bersih. Sayangnya, suara mereka yang jujur itu nyaris tak terdengar dalam ingar-bingar perbuatan tercela sejumlah anggota dewan. Karena banyak anggota DPR bersih, mestinya tidak ada alasan untuk takut digeledah KPK. Ketakutan itu bagai nila setitik yang merusak susu sebelanga. Tentu saja kita tidak berharap nilanya sudah menjadi sebelanga dan susunya tinggal setitik di Senayan.
Mestinya, penggeledahan oleh KPK itu bisa dijadikan momentum untuk mengampanyekan DPR yang bersih dan bebas dari polusi korupsi. DPR yang berada dalam barisan bersemangat memberantas korupsi. Sikap defensif yang diperlihatkan ketua dewan itu justru kampanye buruk terhadap seluruh anggota dewan yang sebentar lagi ikut berlaga dalam Pemilu 2009. Rakyat pasti sangat cerdas untuk tidak memilih lagi anggota DPR yang prokoruptor.
Source : Editorial Media Indonesia ( Sikap Defensif Ketua DPR)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
trim's infonya
BalasHapus